Oleh: Zaki Muhammad
“Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka tidak merubah (janjinya)”. (QS Al Ahzab: 23)
Saat ini jarak waktu menuju hajatan nasional tanggal 17 April 2019 hanya hitungan puluhan hari. Saat itu, tonggak perubahan ditancapkan: apakah bangsa dan umat ini akan terus berada dibawah kekuasaan lemah yang memusuhi Islam, ataukah bangsa dan umat ini akan menikmati suatu perubahan lokal dan nasional menuju bangsa yang baik, berkah, dan mendapat ampunan dari Allah SWT.
Secara lebih dalam, kita yang telah bersama-sama memposisikan diri sebagai anasir perubahan melalui wasilah dakwah, dengan menyadari betapa banyaknya agenda kerja yang harus dilaksanakan, menjadikan waktu yang tersisa terasa sangat sedikit dan juga sangat sempit.
Kita terus berjuang bersama umat, agar dakwah ini berhasil memperoleh suara yang signifikan dan berhasil pula menempatkan putra-putra terbaiknya menjadi pejuang domokrasi di garda terdepan.
Pada situasi seperti ini, apa prioritas amal kita saat ini?
Jawabannya adalah berjihad sekuat tenaga memenangkan partai dakwah ini karena partai dakwah ini akan berjuang mengembalikan marwah dan kedaulatan bangsa dan ummat Islam di Indonesia dan di dunia.
Caranya adalah dengan mengenalkan partai dakwah ini kepada seluas mungkin masyarakat sehingga mereka memilihnya atau memilih wakil rakyatnya serta memilih presiden dan wakil presiden yang dihusungnya. Inilah prioritas amal kita.
Mengapa hal tersebut menjadi prioritas amal kita? Ada beberapa latar belakang sebagai berikut:
1) Kita berada di zaman penuh fitnah
Di zaman seperti ini prioritas amal adalah jihad fii sabilillah, kemudian menegakkan kalimat yang haq di hadapan penguasa yang zalim, walaupun bisa jadi nyawa taruhannya. Rasulullah SAW bersabda: “Sebaik-baik jihad adalah kalimat yang haq di hadapan penguasa yang zhalim”. (asshahihain)
Rasulullah SAW juga bersabda: “Pimpinan para syuhada adalah Hamzah bin Abdul Muthalib, serta seorang yang datang menemui penguasa yang kejam kemudian memerintahkannya (kepada yang baik) dan melarangnya (dari yang munkar) sehingga penguasa yang kejam itu membunuhnya”. (asshahihain)
2) Dakwah ini berada dalam kondisi penyaringan
Unsur-unsur yang buruk yang selama ini berada dalam tubuh dakwah ini, secara bersambung-sambungan keluar meninggalkan dakwah yang bersih ini, karena merasa tidak cocok lagi berada di dalamnya.
Sebagaimana tabiat sesuatu yang buruk ketika dia pergi meninggalkan tubuh dakwah ini, anasir itu keluar dengan berbagai ungkapan buruk terhadap dakwah dan para pimpinannya, selalu membuat aktifitas tanpa memperhatikan kaidah hukum dan awlawiyyat, yang penting berlawanan dengan langkah-langkah dakwah ini, bahkan anasir tersebut melakukan berbagai upaya keji untuk menghancurkan dakwah ini.
Targetnya adalah agar dakwah ini tidak dapat berperan lagi secara politik karena suara yang diraihnya sangat minim sehingga tidak dapat menempatkan wakilnya di DPR Pusat dan tidak lolos untuk ikut hajatan politik di masa yang akan datang.
Karenanya, prioritas amal kita adalah berjihad sekuat tenaga memenangkan partai dakwah ini, karena dengan kemenangan partai dakwah ini maka semua upaya bahkan makar yang dilakukan ini akan menjadi tidak berarti.
Yaitu ketika partai dakwah ini tetap berhasil hadir di hati kadernya dan hati umat pada umumnya sehingga mendapatkan suara yang memadai, bahkan suara yang lebih besar daripada pencapaian perolehan suara pemilu-pemilu sebelumnya, bahkan akan sangat menggembirakan dan bahkan semakin membuat ummat kepincut hatinya jika berhasil mendapatkan suara 12 persen seperti yang diperjuangkan.
Karenanya kita harus fokus kepada kerja-kerja pemenangan dakwah. Konsentrasi penuh, tidak perlu terusik dengan barbagai upaya makar yang memang tujuannya agar melemahkan dan membuat kader tidak fokus bekerja memenangkan partai dakwah ini.
Tidak perlu juga mengurusi orang-orang yang telah meninggalkan barisan dakwah ini, apalagi mereka yang juga telah meninggalkan akhlak islami dalam bermuamalah dan melontarkan kata-kata, merendahkan dan memfitnah dakwah dan para pimpinannya.
Serahkan saja urusannya kepada Allah SWT. Jika ada sisa kebaikan dalam diri mereka niscaya mereka akan menyesal, namun jika tidak ada sisa kebaikan dalam diri mereka maka seharusnya kita tidak menyesali kepergian mereka.
Sebagaimana sikap Rasul SAW terhadap tiga orang sahabat yang tidak ikut perang Tabuk, diantaranya Ka’ab bin Malik yang tidak ikut berperang tanpa suatu uzur yang dibenarkan. Setelah Rasul SAW tiba kembali ke Madinah dari medang peperangan Tabuk dan Ka’ab bin Malik mendatangi Rasul SAW, maka beliau SAW bersabda: “Pergilah kamu, sampai Allah memberi keputusan kepadamu”.
Nabi pun mengumumkan kepada kaum muslimin untuk tidak duduk dan berbicara kepada Ka’ab bin Malik dan dua orang sahabat lain yang juga tidak ikut serta dalam perang Tabuk yaitu Hilal bin Umayyah dan Murarah bin Rabi’.
Maka larangan ini ditaati oleh kaum muslimin. Mereka tidak berbicara dan berinteraksi dengan ketiga orang ini, sehingga bumi yang ramai terasa sepi, bumi yang luas terasa sempit, sehingga datang keputusan Allah SWT.
:: Rumah Pena MOTIVASI menerima tulisan, artikel membangun jiwa, motivasi. Kirim tulisan sahabat ke email; pangeranpram@gmail.com