Situasi dan kondisi yang kita hadapi sekarang merupakan mata rantai dari ujian-ujian dakwah sebelumnya. Akan terus berjalan, rekayasa untuk mengerdilkan dakwah, dimanapun dan kapanpun. Namun, semua itu bagaimana kemampuan dan kekuatan kita untuk membuktikan dengan kerja-kerja nyata.
Sebagai seorang dai dan daiyah, kita diperintahkan oleh Allah SWT, jika menghadapi sesuatu yang sulit, yang menghimpit dada, maka cepatlah kembali kepada Allah SWT (tadabbur ayat), bukan yang lain. Pastinya kita harus mempersiapkan bekalan-bekalan dalam menghadapi berbagai masalah, ancaman bahkan makar sekalipun.
Pertama, menjadi orang yang paling teguh pendirian/paling kokoh sikapnya
Keteguhan (at tsabat) adalah buah dari kesabaran yang juga harus kita miliki. Karena itu, sifat sabar merupakan sikap yang sudah menyatu dalam kehidupan dakwah yang kita jalani. Ingatlah saat Allah SWT mengingatkan kita akan sikap dan sifat orang-orang yang beriman: “…mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah. Allah menyukai orang-orang yang sabar”. (QS Ali Imran: 146).
Keteguhan itu akan membuat kita selalu tenang, rasional, obyektif dan mendatangkan kepercayaan Allah SWT untuk memberikan kemenangan kepada kita.
Kedua, selalu berlapang dada
Sikap berlapang dada ini bermakna aktif, bukan pasif. Artinya, paling berlapang dada bukan paling banyak mengelus dada. Saat berhadapan dengan pihak yang melakukan fitnah atau mencela sekalipun, kita tidak boleh emosional. Di sinilah berlapangan dada mendorong kita bersikap fleksibel. Karenanya, jika tidak ada lapang dada akan timbul kekakuan dalam berinteraksi dengan siapa pun.
Ketiga, pemikiran yang mendalam
Sikap ini memberi makna dalam pada setiap peristiwa, kita perlu mendalami apa yang terjadi. Jangan terlarut pada fenomena, tetapi lihatlah ada apa di balik fenomena tersebut. Dan kita akan merespon dengan objektif. Tak hanya respon-respon kita yang objektif, namun juga terukur, dan seimbang.
Keempat, pandangan yang luas
Pandangan yang luas menjadi pelengkap akan pemikiran yang mendalam. Pandangan yang luas bisa menjaga kita dari kesalahan-kesalahan yang tak perlu akibat sikap ketergesa-gesaan manakala kita menyikapi sebuah persoalan.
Kelima, paling giat dalam bekerja.
Sambil merespon sesuai dengan kebutuhan, kita juga harus tetap giat bekerja. Mengelola persoalan secara lebih baik dengan orang tertentu saja yang menangani, selebihnya harus terus bergerak dalam kerangka amal jamai. Energi kita bangun haruslah energi yang prioritas. Bekerja untuk Indonesia di segala sektor, struktur sampai tingkat desa, dan kader-kader yang mendapat amanah di pemerintahan. Semua fokus bekerja.
Keenam, paling kokoh strukturnya
Kita semua memahami bahwa kita ini adalah jamaah manusia, yang selalu ada kekurangan, ada kesalahannya. Namun, kita juga harus rajin membersihkannya. Karena itu, teruslah memobilisir potensi kebaikan. Inilah esensi dari hidup berjamaah. Hidup berjamaah adalah untuk memobilisir potensi-potensi kebaikan.
Ketujuh, paling banyak manfaatnya
Tanamkan dalam jiwa dan pikiran kita terus menerus, bahwa “Khoirunnas anfa’uhum linnas” (sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lain). Dan tantangan kita bersama adalah membuktikan bahwa jamaah ini banyak manfaatnya, sehingga berhak mendatangkan pertolongan Allah dan pertolongan kaum Mukminin.
Semoga, jika semua hal itu dilakukan untuk menghadapi tantangan dan rekayasa, insya Allah dakwah ini akan semakin kokoh dan diterima, untuk menghadirkan kerja-kerja nyata yang diharapkan oleh seluruh bangsa. Wallahu’alam bisshawab.
Cecep Y Pramana | Twitter/IG/LINE: @CepPangeran | LinkedIn: Cepy Pramana | Google+: CecepYPramana | Email: pangeranpram@gmail.com