Cecep Y Pramana
Mungkin kita pernah mendengar sebuah kata terlontar, ‘Undercapacity’. Istilah itu terkadang muncul di dalam pikiran bahkan ucapan serta tindakan kita bila tidak atau kurang puas terhadap hasil pekerjaan orang lain.
Dalam pikiran kita muncul pula beragam prasangka, komentar miring dan tanda tanya, “Udah nggak bisa kenapa menyanggupi, bukan bidangnya tapi menerima amanah, dan lainnya yang sering muncul”.
Bisa jadi jika bidang pekerjaan yang ‘basah’ alias banyak uangnya, orang akan rebutan, menyanggupi bahkan menerima amanah tersebut demi uang. Tapi, bagaimana bila pekerjaan yang diterima tersebut semata-mata adalah pekerjaan ‘non profit’, tidak ada keuntungan yang diterima berupa materi.
Lantas pertanyaannya, pantaskah lintasan pikiran berburuk sangka (su’uzhon) itu. Lalu, bagaimana bila orang yang menyanggupi atau menerima amanah itu, karena memang tidak ada orang lain yang bersedia, bergerak bahkan sekedar merespon permintaan.
Mari coba kita pikirkan hal tersebut secara mendalam tentang mereka, para penerima amanah atau tugas tersebut. Apakah waktunya untuk mencari penghasilan (maisyah) dapat tercukupi, bertambah atau bahkan tersita.
Jangan-jangan mereka yang menerima tugas dan amanah tersebut adalah korban ‘kezholiman’ kita semua yang sebenarnya lebih mampu menerima tanggung jawab atau amanah, tetapi punya beribu alasan untuk menolaknya. Bagaimana jika nafkah keluarga mereka ini jadi terbengkalai karena kita menolak amanah dan tanggung jawab.
Karena itu, mari kita ubah prasangka, komentar negatif, bahkan cibiran buruk kita bila tidak puas dengan hasil kerja orang lain. Berbaik sangkalah (husnudzon), dan bayangkan bila kita sendiri yang mengerjakan pekerjaan tersebut, apakah akan jadi lebih baik atau justru lebih buruk.
Jika kita merasa mampu dan bisa bertanggung jawab dalam memegang sebuah amanah, mari silakan menerima amanah tersebut. Bahkan menawarkan diri (dalam kapasitas mengetahui pekerjaan yang akan dijalankan) dalam dakwah tentu sangat boleh.
Kita yang membutuhkan amal sholeh dengan aktivitas dakwah, bukan dakwah yang membutuhkan kita. Dakwah akan tetap dan terus berjalan, sekalipun kita hanya berdiam diri atau tidak bersama kita. Karena tentunya ada orang lain yang bisa dan sanggup memikulnya.
Dan Katakanlah: “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan“. (QS At Taubah: 105)