DH Al Yusni
Imam Ahmad ibnu Muhammad Ibnu Atho’illah As-Sakandari dalam kitabnya Al Hikam mengatakan:
سَوَابِقُ الهِمَمِ لا تَخْرِقُ أَسْوارَ الأَقْدار
Artinya: “Menggebunya semangat tak akan mampu menerobos benteng takdir”.
PENJELASAN:
Secara harfiyah, kata himam adalah jamak dari bentuk tunggal himmah. Biasanya diartikan sebagai keinginan yang kuat. Al-Nafazy di dalam syarkh al-Hikam menerangkan bahwa himmah/himam, di dalam khazanah sufi dipahami sebagai kekuatan jiwa (quwwa al-nafs) — atas izin Allah — yang menghasilkan sesuatu yang luar biasa (extra ordinary) kepada orang yang cintai Allah SWT.
Tadbir dapat diartikan mengatur. Tetapi, Syekh Ramadlan al-Buthy di dalam kitabnya al-Hikam al-Athaiyyah, Syarkh wa Tahlil menjelaskan bahwa tadbir tidak sekedar mengatur karena tadbir itu qarar al-fikr, yakni keputusan pikiran yang memastikan.
Misalnya, memastikan pandai karena belajar adalah tadbir, memastikan kaya karena telah hemat dan bekerja keras adalah tadbir dan lainnya. Nasehat ini menjadi alasan penegas mengapa seseorang tidak boleh mengandalkan dan menyandarkan pada amalnya semata.
Seseorang hendaknya mengetahui di manakah ia ditempatkan oleh Allah SWT dan tidak bergeser atas dorongan nafsunya, karena sesungguhnya yang akan terjadi pasti kehendak Allah, yang akan terjadi pasti ketentuanNya (qodlo’- qodar Allah). –sawaabiq al-himam – keistimewaan yang diberikan kepada kekasih Allah (wali) sekalipun tidak dapat melompati tembok taqdir dan merubah ketetapanNya.
Karena itu, lapangkanlah dadamu, istirahatkan jiwamu (nafs) dari memastikan hasil ikhtiyarmu (tadbir) karena memastikan itu haq Allah SWT.
.