Betapa penduduk Gaza hidup dengan segala keterbatasan, namun mereka memiliki hubungan emosional, ruh yang kuat kepada Allah Subhanahu wata’ala. Tiada hari tanpa menghafal Al-qur’an, tiada hari tanpa perjuangan, tiada hari tanpa menempa diri untuk mempersiapkan kemerdekaan bagi bumi Palestina.
Anak-anak, ibu-ibu, polisi, supir taxi, petugas kebersihan, mereka hafal Al-qur’an 30 juz. Mereka tidak pernah meninggalkan amalan wajib dan sunnah. Mereka tidak tidur melainkan sedikit, waktu mereka dipenuhi dengan bermunajad kepada Allah Subhanahu wata’ala.
Bagi mereka, hal itu adalah sumber energi terkuat dalam menghadapi kebiadapan Israel yang tak pernah puas mencaplok tanah Palestina. Meski mereka hidup dalam kesusahan, namun tidak ada warga Gaza yang bertahan hidup sebagai pengemis. Waktu mereka habis untuk beribadah dan berjuang untuk kemerdekaan Palestina.
Penduduk Gaza juga terkenal dengan sopan santunnya yang tinggi. Betapa para relawan dari seluruh penjuru dunia disambut dengan penuh kehormatan dan kegembiraan yang membuncah di hati mereka.
Mereka menyambut dengan penuh suka cita, mereka merasa tidak sendiri dalam memperjuangkan Palestina dan merebut kembali Masjid Al-Aqsa dari Israel, karena saudara mereka sesama muslim di seluruh penjuru dunia akan selalu membantu mereka dengan tenaga, harta, doa dan air mata.
Penduduk Gaza juga memiliki fisik yang sangat kuat dengan postur tubuh yang tinggi dan tegap. Mereka selalu berolah raga, mereka terpacu untuk selalu memiliki tubuh yang sehat dan kuat, karena itulah modal mereka dalam menghadapi tentara Israel yang dibekali dengan peralatan perang yang lengkap.
Bagi mereka yang memiliki tubuh cacat akibat serangan brutal tentara Israel, mereka tidak pernah sekalipun mengeluh. Mereka bangga mengorbankan tubuh mereka untuk tanah Palestina. Bahkan alah seorang pejuang mengatakan, “Insya Allah separuh badan kami sudah berada di syurga Allah, dan separuh yang tersisa akan kami pertaruhkan untuk pembebasan bumi Palestina dan Masjid Al-Aqsa”.
Hal lain yang menakjubkan adalah jumlah penduduk Gaza, meski kerap dibombardir dengan brutal oleh Israel dan banyak warga Gaza yang tewas, namun kaum ibu di Gaza selalu melahirkan anak kembar yang tumbuh dengan sehat dan memiliki fisik yang kuat, yang akan menjadi pengganti mereka yang telah menjemput syahid.
Tak kalah menarik adalah kegigihan warga Gaza untuk membangun kembali rumah-rumah mereka yang telah rata dengan tanah, karena rumah merupakan eksistensi keberadaan mereka. Mereka membangun kembali ratusan rumah dan gedung yang telah hancur setiap kali tentara Israel menggempur, karena rumah merupakan izzah atau harga diri mereka untuk menunjukan kepada dunia, bahwa penduduk Gaza selalu hidup.
Karena itu, kenikmatan yang diberikan dan dianugerahkan Allah Subhanahu wata’ala kepada umat Islam di Indonesia haruslah kita syukuri. Sudah selayaknya umat Islam di Indonesia selalu menghadirkan kecintaan kepada Allah Subhanahu wata’ala dengan memperbanyak ibadah wajib dan sunnah serta menggalang persaudaraan di antara umat muslim.
Jika mereka, para penduduk di Gaza begitu kuatnya beribadah dalam keadaan hidup yang mencekam. Lalu, bagaimana kita di sini yang hidup dalam bergelimpangan nikmat. Mari berbenah, dan perkuat ibadah. (TJP)