Dinukil dari Kitab Al Busyro, yang ditulis Sayyid Muhammad bin Alwi Al Maliky al Hasani. Beliau menuliskan dan mengisahkan istri pertama Rasulullah SAW. Dia adalah Khadijah binti Khuwailid bin Asad bin Abdul Uzza bin Qushay al-Quraisyiah al-Asadiyah. Ibunya bernama Fatimah binti Zaidah bin Jundub.
Khadijah radhiallahu ‘anha dilahirkan di Mekah tahun 68 sebelum hijrah. Ia berasal dari keluarga bangsawan Quraisy. Khadijah di didik dengan akhlak mulia dan terhormat sebagai seorang wanita. Sehingga tumbuhlah ia dengan karakter yang kuat, cerdas, dan selalu menjaga kehormatan.
Nasab Khadijah bertemu dengan nasab Nabi SAW pada kakek kelima, Qushay. Ia adalah wanita pertama yang dinikahi oleh Nabi Muhammad SAW. Orang pertama yang menerima dakwah Islam. Dan wanita yang paling dicintai oleh Rasulullah SAW.
Khadijah adalah orang yang pertama kali beriman kepada Allah SWT dan kenabian Muhammad SAW. Khadijah Orang juga sangat berjasa besar bagi perjalanan dakwah Rasulullah SAW dan penyebaran agama Islam.
Khadijah wafat pada hari kesebelas di bulan Ramadlan tahun kesepuluh kenabian, tiga tahun sebelum Rasulullah SAW hijrah ke Madinah. Ia wafat dalam usia 65 tahun, saat usia Rasulullah SAW sekitar 50 tahun.
Diriwayatkan, ketika Khadijah sakit menjelang ajal, ia berkata kepada Rasululllah SAW, “Aku memohon maaf kepadamu, Ya Rasulullah, kalau aku sebagai istrimu belum berbakti kepadamu”. “Jauh dari itu ya Khadijah. Engkau telah mendukung dawah Islam sepenuhnya,” jawab Rasulullah SAW.
Kemudian Khadijah memanggil Fatimah Azzahra dan berbisik, “Fatimah putriku, aku yakin ajalku segera tiba, yang kutakutkan adalah siksa kubur. Tolong mintakan kepada ayahmu, aku malu dan takut memintanya sendiri, agar beliau memberikan sorbannya yang biasa untuk menerima wahyu agar dijadikan kain kafanku”.
Mendengar itu Rasulullah berkata, “Wahai Khadijah, Allah SWT menitipkan salam kepadamu, dan telah dipersiapkan tempat untukmu di surga”. Ummul mukminin, Khadijah pun kemudian menghembuskan nafas terakhirnya dipangkuan Rasulullah.
Didekapnya istrinya tercinta itu dengan perasaan pilu yang teramat sangat. Tumpahlah air mata mulia Rasulullah SAW dan semua orang yang ada disitu. Saat itu Malaikat Jibril turun dari langit dengan mengucap salam dan membawa lima kain kafan.
Rasulullah SAW menjawab salam Jibril dan kemudian bertanya, “Untuk siapa sajakah kain kafan itu, ya Jibril?”. “Kafan ini untuk Khadijah, untuk engkau ya Rasulullah, untuk Fatimah, Ali dan Hasan,” jawab Jibril.
Jibril berhenti berkata dan kemudian menangis. Rasulullah SAW bertanya, “Kenapa, ya Jibril?”. “Cucumu yang satu, Husain tidak memiliki kafan, dia akan dibantai dan tergeletak tanpa kafan dan tak dimandikan,” sahut Jibril.
Rasulullah SAW berkata di dekat jasad Khadijah, “Wahai Khadijah istriku sayang, demi Allah, aku takkan pernah bisa mendapatkan istri sepertimu. Pengabdianmu kepada Islam dan diriku sungguh luar biasa. Allah Maha Mengetahui semua amalmu”.
“Semua hartamu kau hibahkan untuk Islam. Kaum muslimin pun ikut menikmatinya. Semua pakaian kaum muslimin dan pakaianku ini juga darimu”. Namun begitu, mengapa permohonan terakhirmu kepadaku hanyalah selembar sorban? Tersedu Rasulullah mengenang istrinya semasa hidup.
Seluruh kekayaan Khadijah r.a diserahkan kepada Rasulullah SAW untuk perjuangan agama Islam. Dua pertiga kekayaan Kota Mekkah adalah milik Khadijah. Tetapi ketika Khadijah hendak menjelang wafat, tidak ada kain kafan yang bisa digunakan untuk menutupi jasad Khadijah.
Bahkan pakaian yang digunakan Khadijah ketika itu adalah pakaian yang sudah sangat kumuh dengan 83 tambalan diantaranya dengan kulit kayu.
Rasulullah kemudian berdoa kepada Allah. “Ya Allah, ya Ilahi Rabbi, limpahkanlah rahmat-Mu kepada Khadijahku, yang selalu membantuku dalam menegakkan Islam. Mempercayaiku pada saat orang lain menentangku. Menyenangkanku pada saat orang lain menyusahkanku. Menentramkanku pada saat orang lain membuatku gelisah. Oh Khadijahku sayang, kau meninggalkanku sendirian dalam perjuanganku. Siapa lagi yang akan membantuku?“
Tiba-tiba Ali berkata, “Aku, Ya Rasulullah..!“
Dikisahkan pula, suatu hari ketika Rasulullah SAW pulang dari berdakwah, lalu Beliau masuk ke dalam rumah. Khadijah menyambutnya, dan hendak berdiri di depan pintu. Ketika Khadijah hendak berdiri, Rasulullah bersabda, “Wahai Khadijah tetaplah kamu ditempatmu”.
Ketika itu Khadijah sedang menyusui Fatimah yang masih bayi. Saat itu seluruh kekayaan mereka telah habis. Seringkali makanan pun tak punya. Sehingga ketika Fatimah menyusu, bukan air susu yang keluar, akan tetapi tetesan darah. Darahlah yang masuk dalam mulut Fatimah r.a.
Kemudian Beliau mengambil Fatimah dari gendongan istrinya lalu diletakkan di tempat tidur. Rasulullah SAW yang lelah seusai pulang berdakwah dan menghadapi segala caci maki dan fitnah manusia itu lalu berbaring di pangkuan Khadijah.
Rasulullah SAW pun tertidur pulas.
Ketika itulah Khadijah r.a membelai kepala Rasulullah SAW dengan penuh kelembutan dan rasa sayang. Tak terasa, air mata Khadijah pun menetes di pipi Rasulullah SAW. Lalu, Beliau pun terjaga.
“Wahai Khadijah mengapa engkau menangis? Adakah engkau menyesal bersuamikan aku, Muhammad?” tanya Rasulullah dengan penuh kelembutan.
“Dahulu engkau adalah wanita bangsawan, engkau mulia, engkau berlimpah harta. Namun, hari ini engkau telah dihina orang. Semua orang telah menjauhi dirimu. Seluruh harta kekayaanmu habis“.
“Apakah engkau menyesal wahai Khadijah, bersuamikan aku, Muhammad?” lanjut Rasulullah tak kuasa melihat istrinya menangis. “Wahai suamiku. Wahai Nabi Allah. Bukan itu yang kutangiskan,” jawab Khadijah penuh sayang.
“Dahulu aku memiliki kemuliaan. Kemuliaan itu telah aku serahkan untuk Allah dan RasulNya. Dahulu aku adalah bangsawan. Kebangsawanan itu juga aku serahkan untuk Allah dan RasulNya. Dahulu aku memiliki harta kekayaan. Seluruh harta kekayaan itu pun telah aku serahkan untuk Allah dan RasulNya”.
“Wahai Rasulullah. Sekarang aku tak punya apa-apa lagi. Tetapi engkau masih terus memperjuangkan agama ini. Wahai Rasulullah. Sekiranya nanti aku mati, sedangkan perjuanganmu ini belum selesai, sekiranya engkau hendak menyebrangi sebuah lautan, sekiranya engkau hendak menyeberangi sungai, namun engkau tidak memperoleh rakit pun atau pun jembatan…“
Maka galilah lubang kuburku, ambilah tulang belulangku. Jadikanlah sebagai jembatan untuk engkau menyebrangi sungai itu, supaya engkau bisa berjumpa dengan manusia dan melanjutkan dakwahmu.
“Ingatkan mereka tentang kebesaran Allah…”
“Ingatkan mereka kepada yang hak…”
“Ajak mereka kepada Islam, wahai Rasulullah…”
Ummul Mukminin Khadijah radhiallahu ‘anhu wafat tiga tahun sebelum hijrahnya Nabi Muhammad SAW ke Madinah, berusia 65 tahun. Rasulullah SAW sendiri yang turun memakamkan jenazah sang istri tercinta. Dengan tangannya yang mulia, beliau memasukkan jenazah istri tercintanya itu ke kuburnya.
Wafatnya Ummul Mukminin Khadijah sangat berdekatan waktunya dengan wafatnya Abu Thalib. Rasulullah SAW benar-benar merasa sedih dengan wafatnya dua orang yang beliau cintai ini. Dua orang penolong dakwahnya. Ditambah lagi, sang paman wafat dalam keadaan berada di atas agama nenek moyangnya.
Alangkah sedih dan pedihnya perasaan Rasulullah ketika itu karena dua orang yang dicintainya yaitu istrinya Khadijah dan pamannya Abu Thalib telah wafat. Karena begitu sedihnya Rasulullah SAW, maka tahun itu pun disebut sebagai Aamul Huzni (tahun kesedihan) dalam kehidupan Rasulullah SAW.
Dari rahim Khadijah radhiallahu ‘anha lahir wanita mulia penghuni surga, yang cerdas, yang sangat shalihah, yaitu Fatimah r.a. Semoga para muslimah bisa meneladani akhlak beliau dan mengajarkannya kepada anak-anak perempuan kita semua. Wallahua’lam
Cecep Y Pramana | Twitter/IG/LINE: @CepPangeran | LinkedIn: Cepy Pramana | Google+: CecepYPramana | Email: pangeranpram@gmail.com
.