@ Cecep Y Pramana
Berangkat bersama suami atau istri ke Tanah Suci merupakan dambaan setiap keluarga. Menyenangkan jika ke Masjid Nabawi atau ke Masjidil Haram pergi dan pulang bersama-sama (memulai ihram), thawaf dan sa’i berjalan berdampingan atau berpegangan tangan.
Mengangkat tangan berdoa sewaktu saat saat melihat Ka’bah. Selain itu juga bisa wukuf di arafah, menginap atau mabit di Muzdalifah, melontar jumrah, tahalul pertama, tahalul kedua, menginap atau mabit di Mina, thawaf wada, dan ibadah lainnya yang bisa dilakukan bersama pasangan.
Berziarah menikmati ‘sejarah’ perjuangan Nabi dan para sahabatnya di Mekkah maupun Madinah. Berbelanja dan membeli oleh-oleh pun itu adalah hasil dari diskusi kesepakatan berdua.

Bahkan, saat pasangan kita, suami atau istri lambat belum pulang dari Masjid ketika terpisah jadi panik. Keindahan dan kekhusyuan beribadah suami dan isteri harus dicanangkan oleh pasangan yang akan berangkat ke tanah suci. Sebuah napak tilas dari sejarah haji, yaitu:
Pertemuan kembali Adam As dan Siti Hawa di padang Arafah tempat Wukuf seluruh jamaah haji pada tanggal 9 Dzulhijjah. Jabal Rahmah, demikian gunung tempat bertemunya hubungan kasih sayang suami istri ini yang lama terpisahkan, yang artinya “Gunung Kasih Sayang”
Pasangan suami maupun istri asalnya adalah satu “kholaqokum min nafsi waahidah” (QS An Nisaa: 1) yang mengandung arti bahwa jodoh adalah pasangan serasi yang telah ditetapkan Allah SWT dan sudah pasti akan ada kesamaan antara satu dengan lainnya.
Jika yang berangkat ke tanah suci, yang dipanggil oleh Allah itu adalah berdua, karena itu harus yakin bahwa keduanya disayangi Allah SWT. Maka, sudah sepantasnya keduanya pun taat kepada Allah dan Rasul-Nya serta siap berjuang bersama mendakwahkan agama Allah.
Ego masing-masing pasangan harus dikalahkan oleh diri sendiri, artinya setiap pasangan membangun kesadaran untuk saling mengalah bukan untuk saling mengalahkan. Merasa salah bukan untuk saling menyalahkan. Suami dan istri adalah mitra yang saling menguatkan satu dengan lain, dan bukan seteru apalagi musuh.
Tiap pasangan berlomba untuk mengantarkan pasangannya masuk ke dalam surga. Suami harus bisa menempatkan istrinya sebagai jalan untuk memasuki surga tersebut, juga bagi istri, suami adalah sarana untuk dapatnya ia masuk surga. Laki-laki yang dijamin untuk mendapat kemuliaan di sisi Allah SWT adalah ia yang bisa memuliakan dan meninggikan martabat istrinya. Demikian juga sebaliknya.
Pasangan suami istri haru selalu berdoa dan berlindung kepada Allah dari hati yang jengkel pada sikap suami atau istri. Mendahulukan memberi daripada diberi, memperhatikan daripada minta perhatian, memaafkan sebelum dimintakan maaf, serta memperbanyak amal-amal yang dilakukan secara bersama-sama.
Nikmati ibadah umrah sebagai wasilah dalam ibadah dan wisata hati. Semoga Allah SWT meridhai dan selalu melindungi kita semua. Semoga Allah Subhanahu wata’ala juga memanggil kami berdua untuk datang ibadah haji. Aamiin.
Twitter: @CepPangeran | IG/Tiktok: cecep.asmadiredja | LinkedIn: cecep asmadiredja
.