RUMAH PENA MOTIVASI

[21 Ramadhan] Keutamaan Sepuluh Hari Terakhir Bulan Ramadhan

@ Cecep Y. Pramana

Ada banyak keutamaan yang terkait dengan sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, di antaranya:

Meraih kebaikan yang besar, amal saleh, pahala, dan di dalamnya mengikuti contoh dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam sebagaimana Sayyidah Aisyah radhiyallahu ‘anha menggambarkan keadaan Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam di sepuluh hari terakhir, katanya: “Ketika sepuluh hari itu tiba, Nabi -semoga Allah memberkatinya dan memberinya kedamaian- mengencangkan ikat pinggangnya, begadang di malam hari, dan membangunkan keluarganya”. (HR Bukhari, no. 2024).

Sebagaimana diriwayatkan darinya bahwa ia akan berusaha di bulan Ramadhan dalam ibadah dan ketaatan pada tingkat yang tidak ia usahakan di sebelas bulan lainnya. Perlu dicatat bahwa kebangkitan Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam di sepuluh hari terakhir tidak berarti menghabiskan seluruh malam dalam doa.

Diriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwa Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam tidak shalat sepanjang malam hingga pagi. Penyegaran tidak hanya terbatas pada shalat saja, tetapi bisa juga melalui ibadah lainnya, seperti dzikir, membaca Al-Qur’an, bersedekah, dan lain sebagainya.  

Sunah Itikaf pada Malam Kemuliaan atau Lailatul Qadar telah ditetapkan oleh Al-Qur’an, Sunah, dan Ijma’. Itikaf dianggap lebih utama dari seribu bulan. Tidak diriwayatkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam meninggalkan Itikaf selama sepuluh hari kecuali jika ia keluar untuk berperang di jalan Allah Subhanahu wata’ala.  

Para sahabat i’tikaf bersama Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam dan beritikaf setelahnya. Mengikuti teladannya. Ketaatan hati kepada Tuhannya pada malam-malam itu dan kecintaannya kepada-Nya; Puasa mempunyai pengaruh baik bagi jiwa, memurnikannya, dan membawanya ke tingkat kesempurnaan.

Keutamaan Malam Kemuliaan (Lailatul Qadar)

Alasan dinamakan ‘Malam Kemuliaan’ beberapa hadits telah disebutkan yang menjelaskan dalil penamaan ‘Malam Kemuliaan’ dengan nama ini, berikut penjelasan hadis-hadis tersebut:

Pernyataan pertama: Diriwayatkan bahwa Allah Subhanahu wata’ala menuliskan pada ‘Malam Kemuliaan’ takdir satu tahun, berbagai peristiwa dan kejadian yang akan terjadi pada tahun tersebut. Karena kebijaksanaan-Nya, Maha Suci Dia, dan sebagai bukti kesempurnaan ciptaan-Nya serta keahlian-Nya.

Pernyataan kedua: Dikatakan bahwa yang dimaksud dengan “status” adalah kehormatan atau kedudukan yang tinggi, maka dikatakan: “Si fulan itu punya status.” Yakni, ia memiliki kedudukan yang agung, sehingga Malam Kemuliaan pun dinamai berdasarkan nama itu. Karena malam ini memiliki kedudukan dan kemuliaan yang lebih baik dari seribu bulan. Allah Subhanahu wata’ala berfirman dalam penjelasannya: “Malam kemuliaan lebih baik dari seribu bulan”. (QS Al Qadr: 3).

Pernyataan ketiga: Malam Kemuliaan diberi nama demikian; Besarnya pahala yang didapatkan seorang muslim karena berdiri pada malam tersebut, sebagaimana yang telah disebutkan dalam Shahih Bukhari dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang berdiri pada Malam Kemuliaan karena iman dan mengharap pahala, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. Dan barangsiapa yang berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu”. (HR Bukhari, no. 1901).

Maka pahala berdiri pada ‘Malam Kemuliaan’ tidak sama dengan pahala berdiri pada malam-malam lainnya, seperti malam pertengahan Sya’ban atau pertengahan Rajab. Pahala berdiri pada malam tersebut hanya diperoleh dengan mengharap pahalanya saja, tanpa harus mengetahui tentangnya.

Keutamaan Malam Kemuliaan

Malam Kemuliaan memiliki banyak keutamaan, beberapa diantaranya dijelaskan di bawah ini:

Turunnya Al-Qur’an di dalamnya merupakan salah satu tahapan pewahyuannya. Allah Subhanahu wata’ala telah mengkhususkan malam kemuliaan untuk diturunkannya Al-Qur’an di dalamnya. Al-Qur’an adalah Kitab Allah yang menjadi petunjuk bagi kaum muslimin dengan menaatinya, dan merupakan jalan menuju keselamatan dan kebahagiaan di akhirat. Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya pada malam kemuliaan”. (QS. Al Qadr: 1).

Agungnya kedudukan Malam Kemuliaan di sisi Allah Azza Wa Jalla, ditunjukkan dengan gaya bahasa interogatifnya. Untuk menunjukkan kebesaran dan keagungan nilainya, dalam firman Allah SWT: “Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu?”. (QS Al Qadr: 2).

Memperkirakan ketentuan dan persyaratannya.

Di dalamnya terkandung keberkahan dan kebaikan, di samping turunnya malaikat Jibril dan para malaikat yang mendatangkan ketenteraman dan keberkahan, sebagaimana malam itu disebut sebagai malam yang diberkahi, sebagaimana firman Allah Subhanahu wata’ala: “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi. Sesungguhnya Kami benar-benar memberi peringatan”. (QS Ad Dukhan: 3). 

  • Ia mencapai kedamaian dan ketenangan, dan menangkal hukuman dan siksaan dari mereka yang menegakkannya melalui ketaatan.
  • Pengampunan dosa dan pelanggaran.
  • Mewujudkan segala kebaikan dengan mengamalkannya dan melakukan amalan-amalan ketaatan di dalamnya, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam: “Telah datang kepadamu bulan Ramadhan, bulan yang penuh berkah, di mana Allah SWT telah mewajibkan atasmu berpuasa. Di dalamnya dibuka pintu-pintu surga, ditutup pintu-pintu neraka, dan dibelenggu setan-setan yang durhaka. Di dalamnya Allah memiliki satu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Barangsiapa yang terhalang dari kebaikannya, maka sesungguhnya ia telah terhalang”. (HR. An Nasa’i, no. 2105)
  • Menyebut salah satu surah Al-Qur’an sebagai Surat Al-Qadr.

Sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan

Kapan sepuluh hari terakhir dimulai? Sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan didefinisikan, menurut kesepakatan para ulama, sebagai: siang dan malam antara malam kedua puluh satu Ramadhan hingga berakhirnya Ramadhan.

Baik itu sepuluh yang lengkap maupun yang tidak lengkap; dengan membatasi hingga sembilan. Intinya adalah menggunakan kata tersebut untuk merujuk pada mayoritas dan keseluruhan, sedangkan kata “sepuluh” digunakan untuk merujuk pada siang dan malam. Allah Subhanahu wata’ala berfirman: “Dan malam yang sepuluh”. (QS. Al-Fajr: 2)

Sepuluh hari terakhir dimulai pada malam kedua puluh satu bulan Ramadhan, tanpa memandang apakah hari itu dua puluh sembilan atau tiga puluh.

Itikaf di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan

Ada beberapa pendapat yang mengemuka tentang waktu dimulainya itikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Berikut ini adalah pendapat-pendapat mereka:

Pernyataan pertama: Mayoritas ulama termasuk para imam fikih empat madzhab mengatakan, waktu itikaf sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan adalah pada hari kedua puluh sebelum matahari terbenam. Yaitu malam kedua puluh satu.

Para pendukung pendapat ini telah mengutip sebagai dalil apa yang disebutkan dalam Sunnah Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam, dari hadits Aisyah radhiyallahu ‘anha, berkata: “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadan”. (HR. Muslim, no. 1172).

Dan sepuluh hari itu dimulai dengan terbenamnya matahari pada malam kedua puluh satu. Adapun apa yang diriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa ia memasuki tempat i’tikafnya setelah shalat subuh, maka dipahami sebagai melanjutkan i’tikaf setelah menghentikannya untuk melaksanakan shalat subuh, sebagaimana dijelaskan oleh Imam Nawawi rahimahullah.

Keterangan kedua: Al-Laits, At-Tsauri dan Al-Auza’i mengatakan bahwa i’tikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan dimulai setelah shalat Subuh pada hari kedua puluh satu, berdasarkan apa yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahih-nya dari Ummul Mukminin ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha: “Jika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam hendak beri’tikaf, maka beliau shalat Subuh, kemudian masuk ke tempat I’tikafnya”. (HR. Muslim, no. 1174). 

Cara memanfaatkan sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan Seorang muslim dapat memanfaatkan sepuluh hari terakhir dan memperoleh pahala yang besar melalui berbagai amal ibadah dan ketaatan, di antaranya: 

  • Berbuat baik kepada diri sendiri, keluarga, dan tetangga. Sebagaimana dianjurkan bagi seorang muslim pada sepuluh hari terakhir untuk berbuat baik kepada kerabat dan tetangga.
  • Membaca Al-Quran, mempelajarinya, dan merekomendasikannya di kalangan umat Islam.
  • Bersemangatlah untuk mengulang-ulang doa yang diriwayatkan pada Malam Kemuliaan. Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan Sayyidah Aisyah untuk berdoa di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, khususnya pada Malam Ketetapan. “Wahai Rasulullah, katakan kepadaku jika aku menjumpai Malam Kemuliaan, apa yang harus aku doakan? Beliau berkata: Hendaknya engkau mengucapkan: “Ya Allah, Engkau Maha Pemaaf dan Engkau mencintai orang yang meminta maaf, maka ampunilah aku”. (HR. At-Tirmidzi, no. 3513, Ibnu Majah, no. 3850).
  • Jangan sia-siakan sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan dengan bersenang-senang dan lalai; karena hari-hari tersebut merupakan hari-hari kebaikan, kebenaran, dan ibadah yang wajib dimanfaatkan oleh umat Islam dengan memperbanyak ibadah dan mengerjakan amal saleh.
  • Membantu keluarga untuk beribadah dan menaati perintah Allah Subhanahu wata’ala, dan mendorong mereka untuk melakukannya. Seorang muslim harus membantu istri dan anak-anaknya untuk memanfaatkan kesempatan di malam-malam tersebut. Mendorong mereka agar senantiasa berusaha beribadah di dalamnya dan menciptakan lingkungan yang layak untuk melakukan amal saleh. Dari mengingat dan membaca Al-Qur’an.
  • Hindarilah hawa nafsu dan kesenangan-kesenangan; Untuk mencapai kemurnian spiritual jiwa, dan mengosongkannya untuk ketaatan dan ibadah. 
  • Hendaknya kalian bersemangat untuk beri’tikaf di rumah-rumah Allah dan tentukanlah tempat untuk beri’tikaf yang jauh dari pergaulan dengan manusia, sebagaimana yang diriwayatkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam beri’tikaf selama dua puluh hari pada tahun wafatnya.
  • Bersemangatlah dalam bersedekah di sepuluh hari terakhir; karena sedekah di bulan Ramadhan lebih utama dari sedekah di bulan lainnya. Karena adanya perbedaan waktu, maka sedekah pada sepuluh hari terakhir lebih utama dari sedekah pada waktu lainnya;

Apa yang diriwayatkan tentang keutamaan beramal dan beribadah di dalamnya, khususnya pada malam kemuliaan yang lebih baik dari seribu bulan, dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam lebih dermawan dalam bersedekah di bulan Ramadhan

Sebagaimana telah disebutkan dalam Shahih Bukhari dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma, “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling dermawan dengan kebaikan, dan lebih dermawan lagi pada bulan Ramadhan ketika Jibril alaihissallam bertemu dengannya. Jibril menemuinya setiap malam Ramadhan untuk menyimak bacaan Al-Qur’annya. Sungguh, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam lebih dermawan daripada angin yang berhembus“. (HR. Bukhari, no. 1902, 3220, 3554, 4997, Muslim, no. 2308, An-Nasa’i IV/125)

Contoh usaha para pendahulu yang saleh di sepuluh hari terakhir

Para salaf saleh selalu berjihad di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan dan malam-malamnya. Contoh-contoh ikhtiar mereka adalah:

Semangat mereka untuk membersihkan diri dan memakai wewangian pada sepuluh malam yang penuh berkah. An-Nasha’i biasa membersihkan diri setiap malam dari sepuluh malam tersebut, dan para sahabat biasa membersihkan diri, memakai wewangian, dan memakai pakaian baru pada malam kedua puluh tiga dan dua puluh empat Ramadhan.

Membangunkan keluarga untuk melakukan ibadah dan ketaatan. Diriwayatkan dari Sufyan Ats-Tsauri bahwa ia biasa membangunkan keluarganya untuk melaksanakan sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan. Ia berkata tentang hal itu: “Saya lebih suka jika pada sepuluh malam terakhir ia mendirikan shalat malam, berikhtiar, dan membangunkan keluarga dan anak-anaknya untuk shalat jika mereka mampu”.

Inilah yang dilakukan Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu. Ia biasa berikhtiar pada shalat malam, hingga ketika ia sampai di tengah-tengah shalat malam, ia membangunkan keluarganya dan membacakan firman Allah Subhanahu wata’ala kepada mereka, “Dan perintahkanlah shalat kepada keluargamu dan hendaklah kamu tetap melakukannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, tetapi Kami telah memberi rezeki kepadamu, dan kesudahan (yang terbaik) adalah ketakwaan”. (HR Bukhari, no. 138)

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu bahwa ia berkata: “Aku bermalam di rumah bibiku, Maimunah”. Suatu malam, Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam bangun di malam hari. Ketika malam telah tiba, Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam bangun dan berwudhu di bejana air yang menggantung, wudhu yang ringan, Amr membuatnya ringan dan singkat, dan beliau bangun untuk shalat. Aku berwudhu seperti yang beliau lakukan, kemudian aku datang dan berdiri di sebelah kirinya -dan mungkin Sufyan mengatakan di sebelah kirinya- maka beliau membalikkanku dan menjadikanku di sebelah kanannya, kemudian beliau shalat sebagaimana yang Allah Subhanahu wata’ala kehendaki.  

Kepedulian mereka terhadap Al-Qur’an pada malam-malam tersebut, sebagaimana para salafusshaleh selalu berusaha membaca Al-Qur’an pada sepuluh hari pertama bulan Ramadhan. Diriwayatkan dari Qatadah bahwa ia mengkhatamkan Al-Qur’an pada tiga hari di bulan Ramadhan, dan jika tiba sepuluh hari terakhir, ia mengkhatamkannya setiap malam.

Diriwayatkan pula dari Al-Aswad bin Zaid bahwa ia mengkhatamkan Al-Qur’an di bulan Ramadhan setiap dua malam, dan dari Asy-Syafi’i bahwa ia mengkhatamkan Al-Qur’an dua kali sehari. Yaitu, enam puluh (60) kali di bulan Ramadhan.

0Shares

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *