RUMAH PENA MOTIVASI

[25 Ramadhan] Sejarah Perang Uhud

@ Cecep Y. Pramana

Peristiwa Perang Uhud terjadi pada hari Sabtu, tanggal tujuh Syawal tahun ketiga Hijriah, yaitu sekitar dua tahun tujuh bulan sejak hijrahnya Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam, semoga Allah Subhanahu wata’ala memberikan keberkahan dan kedamaian.

Allah Subhanahu wata’ala berfirman, “Dan (ingatlah), ketika engkau (Nabi Muhammad) berangkat pada pagi hari dari (rumah) keluargamu akan menempatkan para mukmin pada beberapa tempat untuk berperang. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (QS. Al Imran: 121).

Hal ini menunjukkan bahwa peristiwa perang Uhud ini terjadi pada pagi hari, yaitu pada siang hari, dan tidak terjadi pada malam hari. Perang Uhud dinamakan berdasarkan lokasi kejadiannya di dekat Gunung Uhud, sebuah gunung merah yang terletak satu mil di utara Madinah.

Gunung Uhud dinamakan berdasarkan keterpencilannya dan keterisolasiannya dari gunung-gunung lain di sekitarnya. Hal ini disebutkan dalam banyak hadits, termasuk sabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam, semoga Allah memberkatinya dan memberinya kedamaian, “Uhud adalah gunung yang mencintai kita dan kita pun mencintainya”. (HR Bukhari, no. 1481)

Akan tetapi, sebagian ulama menafsirkan makna hadits tersebut merujuk kepada penduduk gunung tersebut, sementara sebagian lainnya menafsirkannya sebagai makna yang tampak, seperti firman Allah SWT: “Padahal, dari batu-batu itu pasti ada sungai-sungai yang (airnya) memancar. Ada pula yang terbelah, lalu keluarlah mata air darinya, dan ada lagi yang meluncur jatuh karena takut kepada Allah. Allah tidaklah lengah terhadap apa yang kamu kerjakan”. (QS Al Baqarah: 74)

Sebagian ulama mengatakan bahwa sebab kecintaan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam kepada Gunung Uhud adalah karena gunung tersebut dikelilingi oleh gunung-gunung. Salah satu dari mereka berharap untuk menemuinya dalam perjalanan pulang dari perjalanan karena dekatnya dengan tempat tinggalnya dan lokasi keluarganya.

Alasan terjadinya Perang Badar

Setelah kekalahan kaum musyrik dalam Perang Badar, beberapa orang Quraisy yang keluarganya terbunuh dalam Perang Badar mendatangi Abu Sufyan dan meminta agar uang kafilah yang dibawanya pulang dengan selamat digunakan untuk berperang melawan kaum muslimin dan untuk membalas dendam atas kematian dan luka-luka yang diderita mereka. Maka Abu Sufyan mulai menghasut suku-suku Arab yang loyal kepada Quraisy untuk ikut berperang melawan kaum muslimin.

Kedua tim bersiap untuk perang.

Abu Sufyan pergi ke kepala tiga ribu pejuang, dan menuju pasukannya menuju Madinah, dan mereka berkemah di dekat Gunung Uhud. Dari para sahabat, semoga Allah memberkatinya dan memberinya kedamaian, berkata kepada mereka: “Tidak pantas bagi seorang nabi yang telah mengenakan baju besi bangsanya untuk meletakkannya sampai Tuhan menghakimi antara dia dan musuhnya”. (Fiqh Shirah, hal 250)

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam berangkat menemui kaum musyrik dengan membawa seribu orang pasukan. Namun, setelah mereka meninggalkan Madinah, pemimpin kaum munafik, Abdullah bin Ubay bin Salul, membuat rencana jahat terhadap mereka dengan tiga ratus orang munafik, sehingga mereka kembali ke Madinah.

Peristiwa medan perang

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam melanjutkan perjalanannya dengan pasukannya sampai ia mencapai Gunung Uhud. Ia membalikkan punggung kaum Muslim ke gunung dan menunjuk Abdullah bin Jubair sebagai komandan lima puluh pemanah yang ia telah memerintahkan untuk mengambil gunung sebagai posisi mereka.

Inti dari perintahnya kepada mereka adalah untuk tetap di tempat mereka untuk melindungi punggung kaum Muslim dan tidak meninggalkan posisi mereka tidak peduli apa yang terjadi dalam pertempuran sampai ia mengirim mereka, seperti yang beliau katakan, “Jika Anda melihat kami direnggut oleh burung, jangan bergerak dari tempat Anda sampai aku mengirim Anda. Tetapi jika Anda melihat kami mengalahkan orang-orang dan menginjak-injak mereka, jangan bergerak sampai aku mengirim Anda”. (HR Bukhari, no. 3039)

Kedua pasukan pun bertemu. Dalam pertempuran yang dahsyat hingga kaum muslimin nampak menang dan kaum musyrik mulai mundur dan mengundurkan diri. Ketika para pemanah melihat orang-orang musyrik melarikan diri, mereka memutuskan untuk meninggalkan gunung untuk mendapatkan bagian mereka dari rampasan perang.

Semua pemanah turun kecuali pemimpin mereka, yang ditemani oleh sepuluh pemanah. Khalid bin Walid memanfaatkan kesempatan itu untuk mengepung dan menyerang kaum Muslim. Hal ini menyebabkan barisan kaum Muslim terguncang, terutama karena beredar kabar di antara mereka bahwa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam telah terbunuh, yang mendorong sebagian dari mereka untuk kembali ke Madinah.

Namun Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam tetap teguh dan berdiri di sisinya, dan sejumlah kaum Muslim berdiri teguh dan memberikan contoh yang paling luar biasa dalam membelanya dan di antara mereka adalah Abu Dujana yang menjadikan punggungnya sebagai perisai untuk melindungi Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam dari anak panah kaum musyrik.

Dan juga Saad bin Abi Waqqas yang menembakkan hampir seribu anak panah dalam pertempuran ini, dan Nusaybah Ummu Amara Al-Ansariyya yang membela Rasulullah Shalallahu ‘alahi wasallam bersama suami dan putranya.

Allah Subhanahu wata’ala ingin meringankan rasa sakit dan penderitaan kaum Muslimin di Uhud, maka Dia menurunkan firman-Nya, “Janganlah kamu (merasa) lemah dan jangan (pula) bersedih hati, padahal kamu paling tinggi (derajatnya) jika kamu orang-orang mukmin. Jika kamu (pada Perang Uhud) mendapat luka, maka mereka pun (pada Perang Badar) mendapat luka yang serupa. Masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran) dan Allah mengetahui orang-orang beriman (yang sejati) dan sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada. Allah tidak menyukai orang-orang zalim”. (QS Ali Imran: 139-140)

Hasil Perang Uhud

Dua puluh empat orang dari kaum musyrik terbunuh dalam Perang Uhud, tanpa ada seorang pun yang ditawan, dan hanya sedikit yang terluka. Tujuh puluh orang Muslim syahid, bersama dengan sejumlah besar yang terluka, sebagaimana dikonfirmasi oleh Ubayy bin Ka’ab, yang berkata: “Pada hari Uhud, enam puluh empat orang dari kaum Ansar terbunuh, dan enam orang dari kaum Muhajirin”.  (As Silsilah As Shahihah, no. 5/491)

Di antara mereka adalah paman Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam, Hamzah bin Abdul Muthalib, dan Abu Hanzalah, yang dimandikan oleh para malaikat. Pengepungan kaum muslimin oleh Khalid bin Walid dan pengepungan mereka dari segala sisi telah memberikan kontribusi besar terhadap meningkatnya korban jiwa kaum muslimin, namun hal ini tidak berarti kekalahan bagi mereka, karena dua alasan:

Pertama, hasil pertempuran dan peperangan tidak diukur dari jumlah korban manusia yang diderita musuh saja, tetapi juga diukur dari sejauh mana tujuan utama pertempuran tercapai, yaitu melenyapkan kemampuan material dan moral musuh, yang tidak tercapai di antara kaum Muslim. Buktinya adalah keluarnya mereka untuk mengejar kaum Quraisy satu hari setelah Perang Uhud.

Kedua, lolosnya pasukan kecil dari kehancuran yang pasti, sehingga dikepung oleh pasukan besar yang jumlahnya lima kali lipat, bukanlah kekalahan bagi pasukan kecil itu, melainkan kegagalan besar yang menimpa pasukan besar itu.

Buktinya adalah apa yang dilakukan Khalid bin Walid radhiyallahu ‘anhu dalam Perang Mu’tah, di mana ia berhasil menyelamatkan pasukan Muslim dari kehancuran yang pasti dengan rencana perang yang berhasil ia tipu dan sesatkan musuh serta mengatur penarikan mundur pasukan Muslim dan kembali bersama mereka ke Madinah.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menerima mereka dan memberi salam kepada mereka dengan ucapan salam yang terbaik, karena ia menganggap kepulangan dan lolosnya mereka sebagai kemenangan. Wallahua’lam.

0Shares

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *