@ Cecep Y. Pramana
Kitab Jiwa adalah kitab yang mengupas dunia roh dan rahasia-rahasianya, serta membahas dunia orang mati dan orang hidup dengan dalil-dalil Al-Qur’an dan Sunnah. Kitab ini ditulis oleh Syeikh Dr. Ibnu Qayyim al-Jauziyyah (1292-1350 M); Muhammad bin Abi Bakar bin Ayyub bin Sa’d al-Zar’i al-Dimashqi; Abu Abdullah Syamsuddin (wafat 751 H). Kitab ini terdiri dari dua jilid dan sekitar seribu delapan belas halaman.
Baca juga: Kitab Jiwa Karya Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah
Buku ini merupakan salah satu buku terpenting dalam warisan Islam yang berupaya mengkaji dan meneliti makna jiwa dan apa itu jiwa. Ibnu Qayyim rahimahullah mendasarkan analisisnya pada Al-Qur’an, Sunnah Nabi yang murni, hadis-hadis Islam, dan fatwa para ulama. Buku ini memberikan jawaban yang jelas untuk melawan ilusi yang telah menyebar tentang konsep jiwa.
click: profitableratecpm.com
Topik yang paling menonjol dari buku The Soul
Kitab Roh mencakup beberapa topik khusus dalam menafsirkan roh, dan yang paling menonjol dari topik-topik ini adalah sebagai berikut:
Topik 1
Dalam bab ini, Imam Ibnu Qayyim bertanya tentang hakikat orang mati, yaitu mengetahui kunjungan orang hidup dan menyapa mereka, serta bertemunya arwah orang mati, saling mengunjungi, dan saling mengenang. Beliau juga menyinggung tentang bertemunya arwah orang hidup dan arwah orang mati.
Beliau membahas apakah jiwa itu mati atau apakah kematian hanya terjadi pada tubuh. Beliau juga membahas apakah jiwa, setelah meninggalkan tubuh, kehilangan apa pun. Beliau juga menyinggung diskusi tentang apakah jiwa dikembalikan kepada orang yang telah meninggal di dalam kuburnya pada saat pemeriksaan atau tidak.
Beliau juga membahas tentang kondisi seseorang ketika mengetahui bahwa perkataan tersebut salah. Maka ketahuilah bahwa itu adalah ajaran para salaf dan para imamnya. Kemudian beliau membahas hadis-hadis tentang siksa kubur, pertanyaan tentang Munkar dan Nakir.
Beliau juga membahas tentang syarat-syarat Sunnah yang shahih, sebagaimana disepakati di antara para ahli Sunnah. Beliau membahas tentang apa yang harus diketahui, bahwa siksa kubur adalah siksa alam antara.
Topik 2
Beliau berbicara tentang ateis, bid’ah, dan mereka yang mengingkari kubur, tanah genting, dan jiwa. Beliau membahas detail jawaban atas topik-topik berikut: bahwa para Rasul, semoga Allah Subhanahu wata’ala beserta mereka, tidak memberi tahu kita, bahwa Allah Subhanahu wata’ala menjadikan urusan akhirat dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya sebagai bagian dari ilmu gaib, dan bahwa api di dalam kubur dan tanaman hijau bukanlah dari api dunia ini.
Beliau juga berbicara tentang bagaimana manusia seharusnya memahami siksaan dan kebahagiaan kubur, dan bahwa kematian adalah kembalinya dan kebangkitan pertama. Beliau juga membahas jawaban penanya tentang hikmah di balik siksaan kubur, dan alasan-alasan mengapa para penghuni kubur disiksa. Beliau juga membahas alasan-alasan keselamatan dari siksaan kubur, dan menjawabnya dari dua aspek.
Topik 3
Imam Ibnu Qayyim membahas sejumlah isu dan topik, termasuk apakah persoalan malaikat Munkar dan Nakir hanya berlaku untuk umat ini atau juga untuk umat lainnya. Beliau kemudian membahas apakah anak-anak diuji di dalam kubur mereka, apakah siksa kubur bersifat permanen atau berkala, dan ruh-ruh di pelataran kubur mereka.
Topik 4
Imam Ibnu Qayyim telah membahas topik ini dalam beberapa terbitan, di antaranya bahwa ruh seorang mukmin meninggalkan dunia dengan harum yang lebih harum dari pada kasturi, bahwa ruh seorang mukmin ketika meninggalkan dunia, maka akan ditemui oleh dua malaikat, bahwa ruh adalah tentara wajib dan mereka yang saling mengenal akan berkumpul, dan bahwa ilmu pertemuan itu diketahui oleh seluruh manusia di muka bumi.
Topik 5
Bab ini mengangkat pertanyaan: Apakah jiwa merupakan tubuh? Imam Ibnu Qayyim membantah bukti-bukti yang mendukung kejasmanian dan keberpihakannya. Ia juga membahas fakta bahwa gambaran mental universal bersifat abstrak dan keabstrakannya, bahwa akal memiliki kapasitas tak terbatas untuk bertindak, dan bahwa setiap orang menyadari dirinya sendiri.
Jika daya akal bersifat jasmaniah, daya tersebut akan melemah seiring waktu. Ia juga berbicara tentang kemampuan mental yang independen dari tubuh dalam tindakannya. Jika jiwa adalah tubuh, ia akan terbagi dan tubuh akan terbebani olehnya. Jika jiwa adalah tubuh, ia akan memiliki karakteristik dan akan memiliki panjang dan lebar. Wallahua’lam.
Twitter: @CepPangeran | IG/Tiktok: cecep.asmadiredja | LinkedIn: cecep asmadiredja
.